Cerpen Persahabatan
Oleh:Aulia Firda Rahma
“Tap.. tap.. tap..” hari ini aku melangkahkan kakiku di sekolah ini. Aku berjalan menuju kelas 5-b.
“Hai Vania!!” sapa Winda kepadaku.
“Pagi juga…” Aku pun segera menaruh tasku di kursi. Di kelas baru beberapa anak saja yang datang, kelas masih cuku sepi.
Winda pun mengajakku ke taman sekolah. Oh, ya Winda adalah sahabatku. Aku dan Winda sudah bersahabat dua tahun. Winda yang selama ini sudah membantuku, dan menemaniku dalam keadaan suka maupun duka. Winda juga sangat baik kepadaku. “Vania.. ayo cepat!” kata Winda sambil menarik tanganku. Cuaca pagi ini cukup cerah, jadi aku dan Winda pergi ke taman. “Oh ya Win, nanti ada ulangan Bahasa Indonesia loh! Kamu sudah belajar?” aku berkata kepada Winda.
Winda pun berkata, “Ya tentu sudah, masa aku belum belajar.” Winda tersenyum kepadaku.
“Iya juga. Eh kelas sudah ramai, kita ke sana yuk!” aku pun berlari bersama Winda menuju kelas.
“Teng.. teng.. teng..” jarum jam sudah menunjukkan pukul 07. 30. Semua murid-murid masuk ke kelas masing-masing. Begitu juga dengan aku dan Winda.
“Selamat pagi anak-anak!” sapa Bu Anita kepada murid-murid.
“Pagi Bu..” murid-murid pun serentak menjawab.
“Hari ini, pelajaran pertama kita awali dengan ulangan Bahasa Indonesia.” Bu Anita berkata, sambil membagikan soal ulangan. Murid-murid tampak tenang mengerjakan ulangan. Mereka diberi waktu satu jam oleh Bu Anita. Satu jam kemudian beberapa murid sudah mengumpulkan ulangan. Akhirnya waktu pun habis, tandanya waktu istirahat.
“Van..” panggil Winda.
“Ya ada apa?” Vania pun menjawab dengan singkat, sambil memakan sotonya.
“Van, sebenarnya kan kita sudah bersahabat sejak lama, tetapi sepertinya kita harus mengakhiri persahabatan ini,” raut wajah Winda berubah menjadi sedih.
“Uhuk.. uhuk..” Vania yang sedang memakan sotonya jadi tersedak.
“Apa katamu? kita akan berpisah?! memang kenapa?!” Vania tampak panik.
“Besok aku akan pindah ke Bandung, Van..” Winda menjawab dengan terpaksa. Vania pun cepat cepat meninggalkan Winda.
Vania pun menuju taman sekolah, Vania tidak percaya akan ditinggal pergi sahabatnya. Vania pun menangis di taman sekolah. Winda cepat cepat menghampiri Vania.
“Van.. maaf aku baru ngomong hari ini. Soalnya aku juga baru tahu tadi pagi.” Winda juga ikut sedih, “Ya tapi kenapa?” Vania tampak kesal dan sedih.
“Kan aku udah kasih tahu alasannya, waktu aku tinggal hari ini di sini.” Winda berkata kepada Vania. Vania pun segera menghapus air matanya dan pergi menuju kelas, karena bel sudah berbunyi.
“Anak-anak, hari ini kita pulang cepat, karena guru-guru dan staf sekolah ada rapat,” ana-anak tampak girang. Tetapi tidak dengan Vania dan Winda mereka masih sedih. Para murid segera ke luar dari kelas, begitu juga dengan Bu Anita. Di kelas itu hanya ada Vania dan Winda.
“Van.. maafin aku ya?” kata Winda menyesal.
“Udahlah gak apa-apa, kita kan juga bisa komunikasi lewat SMS dan surat. Vania pun merelakan Winda.
“Oh ya ini buat kamu,” Winda memasangkan gelang ke tangan Vania.
Paginya, Vania mengantar Winda dan keluarganya. “Win, jangan lupa ya kita bakalan surat suratan.” Vania tersenyum kepada Winda. Pukul 10.00, mobil keluarga Winda sudah pergi. Vania melambaikan tangannya sambil menahan tangis. Vania dan Winda juga sering mengirim surat, disana Winda mempunyai banyak teman. Tapi hanya Vania sahabat selama-lamanya Winda.
Oleh:Aulia Firda Rahma
“Tap.. tap.. tap..” hari ini aku melangkahkan kakiku di sekolah ini. Aku berjalan menuju kelas 5-b.
“Hai Vania!!” sapa Winda kepadaku.
“Pagi juga…” Aku pun segera menaruh tasku di kursi. Di kelas baru beberapa anak saja yang datang, kelas masih cuku sepi.
Winda pun mengajakku ke taman sekolah. Oh, ya Winda adalah sahabatku. Aku dan Winda sudah bersahabat dua tahun. Winda yang selama ini sudah membantuku, dan menemaniku dalam keadaan suka maupun duka. Winda juga sangat baik kepadaku. “Vania.. ayo cepat!” kata Winda sambil menarik tanganku. Cuaca pagi ini cukup cerah, jadi aku dan Winda pergi ke taman. “Oh ya Win, nanti ada ulangan Bahasa Indonesia loh! Kamu sudah belajar?” aku berkata kepada Winda.
Winda pun berkata, “Ya tentu sudah, masa aku belum belajar.” Winda tersenyum kepadaku.
“Iya juga. Eh kelas sudah ramai, kita ke sana yuk!” aku pun berlari bersama Winda menuju kelas.
“Teng.. teng.. teng..” jarum jam sudah menunjukkan pukul 07. 30. Semua murid-murid masuk ke kelas masing-masing. Begitu juga dengan aku dan Winda.
“Selamat pagi anak-anak!” sapa Bu Anita kepada murid-murid.
“Pagi Bu..” murid-murid pun serentak menjawab.
“Hari ini, pelajaran pertama kita awali dengan ulangan Bahasa Indonesia.” Bu Anita berkata, sambil membagikan soal ulangan. Murid-murid tampak tenang mengerjakan ulangan. Mereka diberi waktu satu jam oleh Bu Anita. Satu jam kemudian beberapa murid sudah mengumpulkan ulangan. Akhirnya waktu pun habis, tandanya waktu istirahat.
“Van..” panggil Winda.
“Ya ada apa?” Vania pun menjawab dengan singkat, sambil memakan sotonya.
“Van, sebenarnya kan kita sudah bersahabat sejak lama, tetapi sepertinya kita harus mengakhiri persahabatan ini,” raut wajah Winda berubah menjadi sedih.
“Uhuk.. uhuk..” Vania yang sedang memakan sotonya jadi tersedak.
“Apa katamu? kita akan berpisah?! memang kenapa?!” Vania tampak panik.
“Besok aku akan pindah ke Bandung, Van..” Winda menjawab dengan terpaksa. Vania pun cepat cepat meninggalkan Winda.
Vania pun menuju taman sekolah, Vania tidak percaya akan ditinggal pergi sahabatnya. Vania pun menangis di taman sekolah. Winda cepat cepat menghampiri Vania.
“Van.. maaf aku baru ngomong hari ini. Soalnya aku juga baru tahu tadi pagi.” Winda juga ikut sedih, “Ya tapi kenapa?” Vania tampak kesal dan sedih.
“Kan aku udah kasih tahu alasannya, waktu aku tinggal hari ini di sini.” Winda berkata kepada Vania. Vania pun segera menghapus air matanya dan pergi menuju kelas, karena bel sudah berbunyi.
“Anak-anak, hari ini kita pulang cepat, karena guru-guru dan staf sekolah ada rapat,” ana-anak tampak girang. Tetapi tidak dengan Vania dan Winda mereka masih sedih. Para murid segera ke luar dari kelas, begitu juga dengan Bu Anita. Di kelas itu hanya ada Vania dan Winda.
“Van.. maafin aku ya?” kata Winda menyesal.
“Udahlah gak apa-apa, kita kan juga bisa komunikasi lewat SMS dan surat. Vania pun merelakan Winda.
“Oh ya ini buat kamu,” Winda memasangkan gelang ke tangan Vania.
Paginya, Vania mengantar Winda dan keluarganya. “Win, jangan lupa ya kita bakalan surat suratan.” Vania tersenyum kepada Winda. Pukul 10.00, mobil keluarga Winda sudah pergi. Vania melambaikan tangannya sambil menahan tangis. Vania dan Winda juga sering mengirim surat, disana Winda mempunyai banyak teman. Tapi hanya Vania sahabat selama-lamanya Winda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar